Rabu, 22 Juni 2011

SEKILAS TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN (SPI)

  1. Pengantar
Di lingkungan organisasi privat  perubahan ekstern sangat mempengaruhi ketidakpastian dalam melaksanakan kegiatan operasional dan mencapai tujuan yang ditetapkan. Beberapa perubahan ditandai dengan adanya perkembangan tehnologi informasi dan selera konsumen yang mempengaruhi strategi dan struktur organisasi yang menyebabkan pengambilan keputusan  semakin banyak terdesentralisasi untuk merespon perubahan dengan lebih cepat.

Dari sudut pengendalian,perubahan ini membawa konsekuensi perlunya sistem pengendalian intern yang kuat untuk meyakinkan tercapainya proses dan hasil kegiatan seperti yang di dinginkan. Sistem pengendalian intern yang kuat diperlukan dalam rangka pengelolaan kegiatan dan risiko  serta pemilihan metode tata kelola yang tepat yang mampu meyakinkan dapat dikendalikannya proses dan diperolehnya hasil kegiatan seperti yang diinginkan.

Secara umum sistem pengendalian intern diartikan sebagai rangkaiaan kegiatan,prosedur,proses dan aspek lain yang berkaitan dengan pencapaian tujuan penciptaan pengendalian intern. Dalam perkembangannya terjadi pergeseran karakter pengendalian yang tidak hanya mencakup rangkaian kegiatan,prosedur, namun suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh setiap orang di dalam organisasi sebagai upaya manajemen organisasi mengantisipasi ketidakpastian dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Karakter pengendalian  intern bergeser dari hard control menuju soft control .  Hal ini ditandai dengan peningkatan produktivitas,efisiensi dan efektivitas tidak hanya melalui prodedur dan mekanisme pengendalian tetapi juga dengan meningkatkan kompetensi,kepercayaan,nilai etika dan penyatuan pandangan atas visi, misi dan strategi organisasi.

Pergeseran tersebut terlihat pada tahapan perkembangan terakhir sistem pengendalian intern ,yang tercatat hingga saat ini seperti yang didefinisikan oleh the Commite of Sponsoring the Treadway Commite (COSO) sebagai: 
"proses yang dilakukan oleh menejemen dan personil lain dalam organisasi,yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa akan terdapat perbaikan dalam pencapaian tujuan-tujuan :efektifitas dan efisiensi operasi,keandalan pelaporan keuangan dan kepatuahn terhadap peraturan yang berlaku"

Dengan definisi konsep COSO yang baru ini, ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas pengendalian adalah proses. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kesadaran akan arti pentingnya  pengendalian tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab top manajemen namun tersebar ke seluruh anggota organisasi, tidak hanya sampai kepada unit dan bagian organisasi terkecil,tetapi sampai ke individu.

2. Perkembangan SPI 
Perhatian pada sistem pengendalian intern telah dilakukan oleh sejumlah institusi publik, swasta maupun lembaga profesional yang ditandai dengan  munculnya berbagai filosofi yang disebabkan oleh pandangan yang berbeda-beda mengenai sifat,tujuan dan sarana pencapaian pengendalian intern yang efektif. Konsep pengendalian intern dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor korporat maupun pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman rancangan pengendalian intern dan membuat definisi dengan cara yang berbeda-beda dan perkembangannya diawali dari sektor korporat. Berbagai organisasi tersebut antara lain American institute of Certified Public accountans(AICPA), American accounting Association(AAA), the Institute of Internal Auditors(IIA),Institute of Management Accountants(IMA) , Financila exeutives Institute(FEI). 

Tahun 1992  COSO memberikan suatu konsep pengendalian intern secara umum yang didesain untuk memuaskan kebutuhan semua kelompok yang berhubungan dengan sistem pengendalian intern yaitu manajemen entitas,auditor internal dan eksternal,manajemen keuangan,akuntan manajemen dan pemegang otoritas(pasar modal).

Di sektor publik  luar negeri, perkembangan pengendalian intern pada tahun 2001, International Organization of Supreme Audit Institution(INTOSAI)   yaitu suatu Komite Internasional di bidang pengembangan internal control sektor publik yang beranggotakan Bolivia, Perancis, Hongaria, Lithuania,Belanda, Rumania, United Kingdom, USA, dan Belgia (ketua komite) ,serta negara-negara berkembang membuat exposure daraft yang berjudul "Guidelines for internal control Standards for Public Sector" ,yaitu penerapan konsep pengendalian intern untuk sektor publik.

Menurut INTOSAI pengendalian intern didefinisikan :  
"An integral process that effected by an entity's management and personnel and designed to address risk and to provide reasonable  assurance that in pursuit of entity's mission, the following general objectives are being achieved :
   a. Executing orderly,ethical,economical,efficient and effective operations;
   b. Fulfilling accountability obligations;
   c. Complying applicable laws and regulations; and
   d. safeguarding resources againts loss,misuse and damage." 

Sedangkan di Indonesia pengendalian intern dimulai pada saat pelaksanaan  Pengawasan Melekatsesuai dengan Inpres Nomor  15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Inpres nomor 1 tahun 1989 tentang PedomanPengawasan Melekat  dan Keputusan Menteri PAN No 93/Menpan/1994 tentang Petunjuk Pengawasan Melekat. Pengawasan melekat  menempatkan pengendalian sebagai bagian dari serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundangan.

Perkembangan Pengendalian Intern di Indonesia selanjutnya adalah dengan diterbitkannya PP Nomo 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Berdasarkan PP tersebut Pengertian pengendalian Intern  adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

PP 60 Tahun 2008 tersebut menggunakan pendekatan COSO dalam konsep pengendalian intern dengan beberapa modifikasi. Pendekatan ini  dipilih karena sistem pengendalian intern yang baik dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi tidak cukup hanya dengan menekankan pada prosedur dan kegiatan tetapi menempatkan manusia sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi.

Dalam sistem pengendalian intern versi COSO ini pengendalian tidak menitikberatkan pada kegiatan pengendalian namun lebih menitikberatkan pada lingkungan pengendalian sebagai syarat berfungsinya sistem pengendalian intern. Faktor manusia sebagai pembentuk  lingkungan pengendalian mendapat perhatian yang besar seperti situasi yang etis,masalah integritas dan adanya komitmen pimpinan pada kompetensi.

Dalam pengendalian intern versi COSO tersebut juga terdapat unsur Penilaian risiko.Sistem pengendalian intern yang efisien tidak harus mengendalikan semua kegiatan dengan pertimbangan efisiensi,sehingga organisasi harus menentukan tujuan secara jelas dan mengidentifikasi risiko,menganalisa risiko serta mengelola risiko yang ada. Berdasarkan analisa risiko tersebut  ditentukan pengendalian untuk meminimalisir risiko. 

Dalam pelaksanaan sisdur pengendalian diperlukan kondisi yang kondusif serta jalur informasi dan komunikasi serta adanya mekanisme untuk mengidentifikasi berkembangnya kebutuhan informasi.Dalam konsep COSO organisasi diharuskan memiliki lingkungan yang baik,mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan melakukan pemantauan secara terus menerus.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar